Kamis, 06 September 2012

Chapter 1 : Dunia Yang tak Pernah ada dalam Rencana


“Think..” Panggil arif berteriak saat Qthink bersepeda melintas di depan rumahnya. 
kurus dan berjerawat. model rambutnya juga seperti anak sekolah di jaman itu. belah tengah. biasa saja. itu yang akan orang nilai pertama kali dari Qthink. 
dia kemudian berputar dan menghampiri arif, cowok gemuk tinggi berambut cepak. Pagi itu, arif seperti pagi hari lainnya, ia sedang memberi makan ayam kesayangan ayahnya. "biar cepat gemuk lalu kupotong...hmmm" begitu pikirnya. Kandangnya besar untuk ukuran 1 ayam. Tapi seperti pada umumnya, toilet dan ruang tamunya jadi satu ruangan. dan tanpa mushola. kandangnya ditaruh dekat pagar rumah yang tidak sebanding dengan rumahnya yang tergolong cukup besar untuk ukuran rumah-rumah di sebuah kompleks. “Diterima di mana, lo??” Tanya arif yang masih berkutat memberi makan ayam.
“belum terima suratnya tuh. Lo sendiri, emang udah tau diterima dimana?”.
“gw dapet dong di SMA 1.” jawab Arif bangga. “baru tadi pagi suratnya nyampe.” lanjutnya.
“wuih..keren dong. mudah-mudahan gw juga dapet disana deh. lumayan, ada barengan”. Harap Qthink
“gila juga lo kalo diterima disana juga. Berarti kita barengan lagi dong. SD, SMP, SMA. itu keren banget sumpah.” Kata Arif riang. Tapi hanya sesaat, mimiknya berubah kaget saat jempol tangan kanannya dipatok ayam. 
”hahaha…rasain lo. lagian tu jempol kaya lengkoas sih...ya udah gw balik dulu yah.ga sabar nih pengen tau.” ucap Qthink sambil bergegas mengayuh sepedanya kembali.
“kabarin gw ntar ya” teriak Arif agar terdengar Qthink yang semakin menjauh sambil mengelus jempolnya.

                                                           **************

Sempat bercita-cita jadi security kompleks, pagi itu seperti biasa, selepas keliling kompleks yang jadi rutinitasnya di pagi hari sejak libur sekolah, Qthink langsung membanting sepeda federal kebanggaannya. hadiah dari bude nya yang punya 5 sepeda, tapi ga pernah dipakai sepupu-sepupunya. warnanya udah ga asli, dicat hijau ga karuan. bentuknya pun sudah dimodifikasi. stang nya memakai stang motor harley milik ayahnya yang belum kesampaian memiliki motor Harley Davidson. ban depannya ukuran asli, namun band belakangnya memakai ukuran yg lebih kecil. karya seni katanya, abstrak. di depan pagar kayu  yang lebih terkesan pagar seadanya, Harley Darsono, begitu sebutannya, tergeletak sembarangan bersama beberapa pasang sandal jepit yang berserakan. Beruntung sepedanya terbuat dari besi, entah sudah berapa kali ganti sepeda kalau saja terbuat dari kaca. Ia cuek melewati ibunya yang super gemuk yang sedang duduk di sofa ruang tamu lalu bergegas ke dapur yang letaknya dibagian belakang rumah untuk mengambil air minum. Jelas sekali kalau dia tadi memacu sepedanya dengan cepat karena nafasnya yang terengah-engah dan kaus belelnya hasil sablonan sendiri yg bertuliskan "anak band" dipenuhi keringat.. meski terganggu oleh kedatangan anaknya yang seperti kucing kecebur got, dia tersenyum dan memanggilnya. “Ndaaa…sini duduk. Ada surat penting.” perintah ibunya sedikit berteriak.
Nda adalah panggilan Qthink dirumah.  nama aslinya, Rendra.
Qthink duduk disebelah ibunya. “ surat penerimaan murid SMA kan?” tanya Qthink masih terengah-engah sambil mencoba meraih surat tersebut dari tangan ibunya.
Dengan cepat pula ibunya menarik surat itu, membuka lipatannya lalu menunjukan isinya.”kamu diterima di SMA NEGERI 2 Cibinong.” jelasnya yang tanpa rasa jijik  mencium kening anaknya yang dijamin bau keringat.
“SMA 2 Cibinong?” tanya Qthink dalam hati. Oh iya, dia teringat. “Itu SMA pilihan kedua. Berarti NEM gw ga cukup masuk SMA 1. Ga bareng si Arif dah” Begitu pikirnya.
Lalu Qthink membalas senyum ibunya “Alhamdulillah, yang penting dapet Negeri”. sambil sesekali melihat sekilas berita di TV yang masih hangat dengan kerusuhan Mei 1998.
” Lalu kenapa? kayanya ga seneng?” Tanya ibunya dengan mimik heran.
“Nda ga ada temennya kalau disana. Soalnya si Arief tadi bilang dia dapat di SMA 1.”
“ ya kan nanti malah nambah teman”. Sahut si ibu.
Ada senyum senang di wajah ibu. bagi mereka, masuk SMA negeri adalah sebuah keuntungan. biayanya terjangkau. Meski mereka tahu, kualitas sarana dan prasarananya kalah mentereng dari SMA-SMA swasta. Untuk sekolah Negeri mungkin perbulannya hanya lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah. Bayangkan dengan sekolah swasta yang mencapai lima puluh ribu an perbulannya. Hanya saja…. wajah Qthink mendadak seperti kebingungan..
“tuh sekolah tempatnya dimana ya?”
                                                              **************

Pagi, 12 Juli 1998. Jarum jam tangannya menunjukkan pukul 07.15. padahal Qthink berangkat dari rumah jam 6 pagi. Dan dia masih di angkot dalam perjalanan ke sekolah barunya. Hari ini ada orientasi sekolah. Hari pertama, dan dia terlambat. “Orientasi akan di mulai jam setengah delapan dan gw masih belum tahu kapan perjalanan ini sampai ke sekolah.” Begitu pikirnya. Qthink belum juga tahu dimana letak sekolah barunya. Sebenarnya dia punya kesempatan dua kali  saat masa pendaftaran ulang. Tapi dia tak ikut datang. Ia sibuk menghabiskan harinya  belajar mengendarai motor baru ayahnya. Hanya Ibunya yang datang mewakilkan.
Tapi pagi itu tampaknya bukan dia saja yang terlambat. Dan jelas bukan dia saja yang bertanya tanya kapan sampainya. Penumpang di angkot tersebut, yang semuanya juga berseragam putih biru, menunjukkan mimik muka yang sama…bingung.
angkotnya berwarna biru. Jenisnya seperti kijang dengan tempat duduk dua sisi dibelakang. Enam orang di sebelah kanan, empat orang disebelah kiri, dua orang di pinggir pintu persis di belakang posisi supir dan dua orang di kursi depan disebelah pak Supir yang mencoba berkonsentrasi mengemudi sambil menghisap rokok kreteknya.
Qthink duduk di depan, disamping kanan pak supir, disebelah kirinya seorang perempuan berkerudung yang dia duga juga akan bersekolah disana. Dia naik setelah angkotnya sudah setengah perjalanan dari terminal Cibinong. Tampaknya dia terburu buru, beberapa kali dia nampak masih berdandan di kaca spion kiri angkot, dan beberapa kali juga supir angkot yang sudah berumur dengan jumlah giginya yang mulai berkurang itu menegur karena pandangannya ke spion jadi terhalang.
Mulanya Qthink mau bertegur sapa dengan perempuan berparas cantik itu, tapi melihatnya yang masih sibuk berdandan, dia memutuskan untuk menikmati saja lagu batak yang diputar melalui tape mobil meski ia kurang mengerti.
Untuk bisa sampai ke sekolah, Qthink harus naik angkutan tiga kali. Dari rumahnya Di perumahan Tirta Mandala Depok, dia harus ke simpangan depok, lalu naik angkutan yang ke cibinong. terakhir, dari terminal cibinong Qthink melanjutkan lagi naik angkutan ini untuk sampai ke sekolah.
Dalam perjalanan terakhir inilah banyak pemandangan baru. Mulai dari jalan berkelok, lalu naik turun, sampai ke banyaknya pohon bambu di sepanjang pinggir jalan. Teduh sekali. Kalau di mirip-miripin, seperti perjalanan di puncak termasuk udaranya. Nama daerahnya, Cikaret-karadenen. Q-think dengan yakin menduganya setelah melihat tulisan rute di kaca depan angkot. Daerah sepi yang belum banyak kendaraan melintas.
sebelum pikirannya melantur kalo dia akan diculik secara massal, angkot berhenti.
satu persatu penumpang yang duduk dibelakang turun. Pak supir sibuk mengembalikan ongkos dari tas pinggangnya. Dari situ Qthink tahu bahwa lima ratus rupiah lah yang harus dia bayar. dia turun belakangan. Menutup pintu, lalu tatapannya di penuhi orang-orang berseragam putih biru. Ada yang setengah berlari masuk ke gerbang sekolah, ada yang masih duduk-duduk di taman halaman sekolah, Beberapa  bergerombol. “Mungkin mereka memang dari SMP yang sama.”pikir Qthink.
Kecuali yang antri membeli batagor digerobak yang berjualan di depan gerbang tentunya.
yakin bahwa orientasi pastilah belum dimulai. dia memutuskan untuk menunggu diwarung yang persis ada di belakangnya. Diseberang sekolah barunya. Menurutnya, menikmati sebatang  rokok adalah hal yang paling tepat pagi itu.
Ya…Qthink adalah seorang perokok. Dan itu sudah dia lakukan sejak kelas 1 SMP.Tapi teman-teman sebayanya sudah banyak yang melakukan. Untuk para orang tua pastilah kaget dan marah bila mengetahui banyak teman-teman sebayanya yang sudah menjadi perokok. Tapi dalam pergaulan, Perokok di usia nya adalah hal yang biasa.
halaman Warung yang memanjang itu di penuhi sedikitnya 20 orang cowok ber putih biru yang juga Qthink duga dari SMP yang sama. Tertawa, bercanda, gaduh sekali. Membuat dia bingung untuk masuk lebih kedalam. Pelayan warung masih sibuk melayani anak-anak lain. Qthink memilih menunggu sambil  jongkok di depan warung.
“lo masuk sini juga?” Tanya seorang diantara mereka yang langsung menyapa. pertanyaan basa-basi yang didalam otak pasti akan menjawab "ya iyalah bego"
Badannya cukup besar untuk ukuran murid yang baru lulus SMP, wajahnya seperti kodok dan pasti sedikit menyeramkan untuk ibu-ibu. Yang orang mudah kenali adalah topinya dengan pet depan di naikkan ke atas. Biasanya, murid murid SMP yang memakai topi seperti ini adalah begundalnya. Sebutan kami untuk murid-murid nakal di SMP dulu.
menoleh kebelakang, lalu Q-think menjawab dengan santai “iya..”
“ini semua temen-temen lo?” tambahnya
“kita semua dari SMP 1, nama gw bagol.” dia kemudian menyodorkan tangan memperkenalkan diri. Mereka bersalaman
“serius?  tapi gw kok ga kenal muka-muka lo semua? gw juga dari SMP 1 nih”. Jelas Qthink
Dari gaduh perlahan sunyi. Qthink tahu semua mata sedang memperhatikan pembicaraan mereka.
“Satoe?” Tanya Bagol seperti mengkonfirmasi
“hah?”
“iya Satoe, satu Cibinong”
“pantes…gw 1 Depok hahaha. Gw Qthink”
Perkenalan singkat yang mencairkan suasana.
Lalu Bagol memanggil temannya dan menawarkan rokok yang rasanya tidak mungkin untuk ditolak.
“kenalin nih temen gw, kuncen.” Ucap bagol memperkenalkan. Lalu Qthink berjabat tangan dengan kuncen. Cowok yang lebih tinggi dan lebih enak dilihat wajahnya dari si Bagol. Ia memakai  topi yang sama bentuknya sengaja disamakan dengan bagol.
“woooy..kenalin nih temen baru kita. Q-think, dari satu depok” teriak bagol ke semua yang ada di warung yang cuma Qthink balas cengiran gak jelas, sedikit lambaian tangan dan kalimat “hey” yang mungkin hanya beberapa orang saja yang mendengar. seperti malu-malu sungkan. khas orang jawa


                                                       ****************

bel berbunyi, Qthink baru saja akan masuk ke kelas. Sebuah ruangan di lantai satu bangunan yang bertingkat. Posisi bangunan dibagian paling belakang sekolah. Kelasnya berada di tengah dari 3 kelas yang ada di lantai itu. bertuliskan 1-6 di kaca jendelanya, bangunan kelas ini tergolong baru, meski ada beberapa kelas yang cat nya terlihat sudah kusam.
Masih terngiang dalam pikirannya saat memasuki area sekolah tadi. Ada tiga bangunan disekolah ini. tiga ruangan seperti kelas di sebelah utara, tiga ruangan lagi disebelah timur. meja-mejanya dipenuhi tumpukan buku. sepertinya ruangan guru, lalu satu  ruangan terpisah di sebelahnya, lalu bangunan ini. Bangunan bertingkat dengan masing-masing tiga ruangan setiap lantainya di sebelah selatan. Semuanya mengelilingi lapangan. sepertinya lapangan upacara karena dipinggirnya ada tiang bendera. Yang cukup mengganggu pikirannya adalah kondisi lapangan tersebut. Rumputnya tinggi-tinggi, bisa mencapai lutut. Ucok baba bisa hilang kalo masuk disitu. Bahkan bagian ujung rumputnya menempel di kaus kakinya. Sungguh seperti tidak di urus. tipikal sekolah negeri.
dari depan pintu, Qthink mulai mengamati kelas barunya. Berbeda dengan kondisi lapangan, Kelas ini seperti baru dibersihkan. Terlihat dari lantainya yang bersih baru di pel meski wanginya sudah tak terasa. ada enam derat meja kebelakang dan empat deret meja kesmping. Di belakang kelas, seperti murid-murid lainnya, ia melihat seorang murid sedang menurunkan kursi dari meja.. Tanpa pikir panjang, Qthink kemudian memutuskan untuk duduk disebelah laki-laki itu.. Meja ke lima dari depan, baris ke dua dari kiri.
“gw duduk sini ya?” Tanya Qthink tetapi seperti tanpa meminta persetujuan sambil menurunkan kursi.
“iyak, ga pape.” Jawab murid itu dengan logat bahasa sunda yang kental.
“gw Qthink.” Ia menyodorkan tangan
“iya..yang tadi diwarung kan?”. sambil mengulurkan tangan dia perkenalkan diri.
“gw Jacko.”
“oh..lo dari Satoe juga?”
“iyak..”jawabnya cengar cengir.
Jacko berkulit hitam legam, dengan seragamnya yang agak sulit digambarkan, entah putih, abu-abu, atau nyaris coklat dan berambut belah tengah. Sedikit menyenangkan, karena setiap berbicara selalu disertai cengiran ga jelas. Mungkin ia tipikal periang atau sering berimajinasi, belakangan Qthink tahu bahwa Jacko gemar menghisap ganja.
“di kelas ini banyak yang dari Satoe, jack?” Tanya Qthink sambil memperhatikan sekeliling yang tampaknya sudah akrab satu sama lain.
“itu ada kojhay, sule, juga cewek-ceweknya tuh, tapi gw juga lupa namanya.”Terangnya sambil  menunjuk yang masih juga disertai cengiran ga jelas.
“laaaah…gimana?”
“gw mah nongkrongnya ama yang cowo doang. Ga kenal ama cewek-cewek.”Jawab jacko malah setengah bangga.
 Mendengar jawabannya sebenernya membuat Qthink ingin tertawa, tapi Jacko lanjut bertanya
“lo sendiri, emang ga ada barengan yang dari 1 depok?”
“itu Adesti.” Jawab Qthink menunjuk cewek kecil berambut panjang.
“ yang itu Dita, temen rumah gw juga. cuma kenal gitu aja.” tambahnya enteng.
“montok juga yak?” sahut Jacko tentang Dita
“yeee…cabul” celetuk Qthink yang membuat mereka tampak lebih akrab.
Tak lama, masuknya seorang guru pendek berambut botak menghentikan perkenalan mereka.

                                                 *********************


Pelajaran olahraga pertama di langsungkan di pagi hari. hampir semua teman-teman dikelas 1-6 sudah saling mengenal satu sama lain. Entah mengapa, di kelas ini semua berbaur dengan cepat. tiga hari masa orientasi sepertinya sudah cukup bagi mereka untuk saling mengenal.
Sepulang pelajaran olahraga, sesuai jadwal, siang harinya langsung dilanjutkan belajar mengajar.
mereka menunggu jam belajar dengan duduk-duduk di kantin sekolah. Sebuah kantin kecil yang hanya ada tiga pedagang. Satu pedagang makanan ringan dan satu drum es tehnya, satu pedagang batagor, dan satu lagi pedagang bakso. meja-meja dan kursinya sama seperti meja dikelas. hanya susunannya yang disesuaikan dengan tempat jajanan. beberapa murid pagi yang sedang istirahat masih ramai di kantin. anak-anak 1-6 lebih memilih duduk di pojokan tempat jajanan es.
“males banget nih cape-cape gini disuruh belajar.” keluh Ipunk memulai pembicaraan. Cowo kurus kecil lulusan sekolah pesantren di cianjur. Rambutnya yang cepak malah menambah kemungilan dirinya.
“pulang aja yuk.” tambahnya. kemudian Terdengar persetujuan beberapa orang.
“mending ketempat gw aja yuk.”ajak Qthink
“ada gele nya ga?” Tanya jacko. Gele adalah sebutan kami untuk ganja yang di linting.
“tempat gw mah banyak yang dagang  jack…patungan aja.” Jawab Qthink.
“Depok yah?”Tanya kodjay, cowok belah tengah, dan seperti ada yang salah dengan caranya tampil  keren.  tampilannya sekilas seperti penyanyi dangdut karena celananya yang cutbray. apalagi ditunjang wajahnya yang syahdu
“halaaaah…ga jauh kok. Lagian ntar kan pulangnya bareng-bareng.” Kata Qthink merayu.
“udaaaah...yuk berangkat.”perintah Qory, laki-laki dengan dandanan parlente. putih bersih dan menurut Qthink, dia selalu berpedoman bahwa kerapihan dinilai. 
“kita cabut ke depok nih?” Tanya Ipay sambil berdiri mengikuti yang lain.
“iyeeee…nganterin lo balik.” Sela Sule disambut tawa yang lain.
“ah…lu pada gila kali…kita cabut nih? semua?” Tanya Ipay ragu dengan gaya bicaranya yang sepotong-sepotong seperti di rangkai dulu sebelum berucap. Dia masih ga percaya sama rencana teman-temannya.
“gimana nih? jadi ga? gw juga males” Tanya Qory tegas.
“gw mah ayo aja. Rumah gw deket ama tempatnya Qthink.” timpal Yongki. Satu satunya dari mereka yang keturunan cina.
“wah kacau dah..baru pertama belajar, begitu gurunya masuk, muridnya pada ga ada…ahahaha…asik asik…ayok dah.”kata kodjay. Disambut bergegas oleh yang lain.
“ooi kampret…tungguin..gw blm bayar es nih” teriak sule yang tiba-tiba jadi sibuk memasukin baju olah raga ke tasnya. “Bejo… gw bayar besok aja, ye” teriaknya ke penjual es.


                                                  ***********************


Usai menaiki jalan setapak yang membuat rumah disekelilingnya terlihat kecil, anak-anak 1-6 itu menghentikan langkahnya. Jelas sekali siang itu panasnya  menyengat. tapi mereka tak ikut merasakan. Mungkin karena banyaknya pohon bambu disekitar mereka. Ya, disebuah lahan besar, seperti bukit kecil dan bertanah merah, mereka melarikan diri dari belajar mengajar hari pertama.
Usai menggelar koran sebagai alas duduk, Sule yang berperawakan kurus, sedikit jerawat, dan berambut belah tengah itu, memulai pembicaraan.
“adem beneeeeer. pas banget nih buat nyimeng. Nemu aja lu tempat kaya gini Ndro” katanya kepada Qthink yang sedang asik memilin gele bersama Jacko dan Qori. Sule satu-satunya yang memanggil Qthink dengan sebutan Ndro. Biasanya bernada sama dengan cara Kasino dan Dono warkop memanggil Indro. Tidak jauh memang dengan nama aslinya Qthink. Tapi jelas panggilan itu untuk memancing tawa yang emang jadi cirinya Sule.
“berisik lo, le.” omel Ipay setengah berbisik sambil membenarkan belahan rambut tengahnya. “ntar kedengeran orang. Mau lo di gep?” tambahnya.
“ah, tinggal kabur aje. Paling juga Qthink yang dikenal. Kita kan orang jauh.” jawab sule cuek.
GEP adalah sebuah istilah yang artinya ketahuan.
“wah, die gak setia kawan. Solid dong..jangan mentang-mentang orang jauh.” protes Ipay lagi yang kemudian bergabung duduk disebelah Sule
“muke lo jauh.” celetuk Sule
“ ya kalo lo setia kawan, lo aja yang ikut ditangkep.”tambahnya enteng.
“udeh..udeh..lo berdua malah yang berisik. Nyantai aja kenape…santai kaya di pantai, slow kaya di pulau” potong kojhay.
“jadi inget kata Slank. Anak muda harus sekolah, gak boleh menganggur. Untuk bekal dimasa depan, biar gede gak jadi Preman.tsaaaah” tambahnya sambil bernyanyi.
“suara lo gak enak banget, jhay. Hahaha.” cela tunggul sambil menyeka wajahnya yang juga berjerawat dengan handuk kecil, di ikuti tawa yang lain.
“mulaaaaai…mulaaaaai.” jawab kojhay sedikit kesal tapi malah menambah tawa.
“jack, udah jadi belum gele nya?” bisik yongki.
“nih, bakar duluan deh.” jawab jacko seraya menyerahkan lintingan gele yang sudah dibungkus menyerupai rokok. Hanya saja, gele bentuknya tidak rata.Ujung yang dihisap lebih kecil daripada ujung yang dibakar.
“sini, gw yang bakar deh.” pinta Ipunk.
“itu beli tadi jadi berapa linting, Think?” Tanya Ipay
“jadi berapa tuh? Delapan ya, Jack?” jawab Qthink gak yakin.
“Sembilan tuh ama Ipunk satu.” jelas Jacko
“dikit amat ceban cuma jadi sembilan. Kalo beli di tempat gw mah bisa jadi dua belas.” sindir Ipay.
“ya lo beli aja di tempat lo sono…hahaaha” celetuk sule sambil tertawa sendirian.
“mulaaaaai….mulaaaaai….” timpal Ipay menirukan kojhay yang kembali disambut tawa yang lainnya.
Menghisap gele dalam-dalam, kemudian seraya menengok ke atas seolah disana dapat menemukan jawaban, ipunk bertanya, “anak-anak yang ada dikelas gimana nasibnya yah?”

                                                      

Seorang perempuan kecil berambut lebat yang nampak sekali tidak proporsional dengan tubuhnya memasuki ruang 1-6 dengan tumpukan buku yang dipeluknya.
“loh..pada kemana nih yang lain?” tanyanya kepada Arif, cowok kurus keriting yang kebetulan duduk berhadapan dengan meja guru.
Arif hanya nyengir dan menoleh ke suarna teman sebangkunya yang juga mengosok-gosok rambutnya yang pendek karena bingung menjawab.
Seolah sudah sepakat, murid-murid yang perempuan  pun tidak ada yang menjawab.

**************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar